Jumat, 20 Agustus 2010

Rachel Corrie

Berita tentang Perlakuan keji tentara israel terhadap aktivis kemanusiaan yang membawa bantuan kemanusia ke Gaza selalu menghiasi media cetak dan elektronik. Layar televisi selalu menayangkan kekejian tersebut, berita-berita demonstrasi, debat tentang perlakuan tersebut menjadi topik hangat layar televisi. Politisi, aktivis ramai-ramai memberikan penilaian terhadap langkah pemerintahan SBY hingga gerakan kemusiaan kolektif tumbuh dimana-mana.
Pemberitaan tersebut memberikan banyak sekali pesan terhadap masyarakat, pemberitaan lintas batas yang mampu menyentuh hati kecil sesama anak manusia bahwa memang telah terjadi upaya kolektif menghapuskan peta palestina dari peta dunia. Demonstrasi terjadi dibelahan dunia yang menandakan kemanusiaan masih ada atas bumi ini hingga masih ada anak manusia israel yang masih perduli terhadap nasib manusia palestina.
Dalam konteks indonesia, kebanggaan dan doa dukungan terhadap para aktivis ibu pertiwi yang ikut menjadi korban kebiadaban mengalir dari berbagai pihak. Menandakan masih ada perwakilan rakyat indonesia untuk palestina. Mereka rela mengorbankan nayawa untuk membawa pesan kemanusiaan masyarakat indonesia. Suatu bentuk tindakan yang tidak mudah tapi demi kemanusia mereka rela untuk itu.
Namun dari berbagai pemberitaan tersebut, muncullah seorang sosok yang selama ini tidak dikenal masyarakat indonesia. Sosoknya mampu menggetarkan hati kecil manusia dengan semangat, pengabdian, keperdulian dan perlawanannya terhadap Invasi Israel ke Palestina.
Sejak kecil ia memiliki sensitifitas kemanusiaan yang begitu tinggi. Ia menyuarakan ketidakadilan yang dialami masyarakat dunia ketiga, dunia yang menurut masyarakat barat dianggap sebagai masyarakat tertinggal. Ia lahir dinegara besar, negara yang katanya adidaya namun miskin terhadap isu-isu kemanusiaan. Negara yang katanya menjunjung tinggi demokrasi namun kerapkali menerapkan standar ganda yang menyimpang dari substansi demokrasi.
Dialah Rachel Corrie, seorang anak manusia yang terlahir di kota Washington USA. seorang aktivis yang sejak kecil dianugerahi sensitifitas kemanusia untuk menyuarakan ketidakadilan. Kepekaan terhadap sisi kemanusiaannya terlihat ketika sejak kelas lima SD sudah mampu berpidato tentang kemanusiaan, sesuatu yang tidak lazim bagi anak seumurannya yang tengah bahagia-bahagianya dengan boneka dan berbagai permainan. Dalam darahnya mengalir kekuatan yang mampu melintasi batasan ideologi, agama dan ras yang akhirnya mampu mengantarkannya melihat secara langsung bagaimana kehidupan suram masyarakat palestina.
Hukuman kolektif yang diberlakukan israel terhadap manusia-manusia palestina, telah membuatnya melintasi batasan ideologi dan ras dengan tuntunan suara hati yaitu kemanusiaan. Ia tidak berada dalam perdebatan agama, ras dan ideologi tetapi berpegang pada satu argumentasi yang bernama humanisme. Ia berani berbeda dengan logika yang diterapkan negara dan masyarakat amerika, yang notabene adalah tanah kelahirannya. Pemikirannya telah keluar dari logika doktrin dan kepentingan masyarakat dan negaranya, sesuatu yang lagi-lagi tidak lazim bagi remaja seusianya yang asik berlenggak lenggok di mall-mall dan pusat perbelanjaan.
Kemanusiaan tidak lagi berada pada ruang perdebatan selayaknya ideologi yang tidak ada habisnya. Paling tidak rachel corrie menjadi bukti betapa suara hati (kemanusiaan) mampu menembus sekat-sekat ideologi, ras bahkan agama sekalipun untuk tidak lagi menjadi penghalang memanusiakan manusia sebelum akhirnya sang penguasa dunia mengambilnya.
Suara hati rachel corrie ternyata tidak berhenti ketika kematian bersamanya. Namanya semakin harum, semakin dikenang, dan bahkan menjadi tauladan bagi perjuangan kemanusiaan. Namanya terukir pada Kapal yang akan membawa bantuan kemanusiaan. Lagi-lagi inilah bukti bahwa kemanusiaan tidak akan pernah mati, tidak akan pernah hilang selama kehidupan masih ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon masukannya?