Jumat, 20 Agustus 2010

Pilkada Damai KLU

Tepat pada 2 Agustus yang lalu adalah momentum yang sangat istimewa bagi pasangan Djohan Samsu dan Najmul Ahyar. Betapa tidak, pada tanggal tersebut mereka secara sah dilantik untuk menduduki jabatan Kepala Daerah Lombok Utara (Bupati dan Wakil Bupati) untuk pertama bagi daerah yang baru genap berusia 2 tahun. Pelantikan tersebut bukanlah sebuah seremonial belaka tetapi ia akan menjadi istimewa ketika sumpah yang mereka ucapkan adalah sumpah untuk mensejahterakan rakyat utara. Tidak mudah memang namun itulah sebuah konskuensi politik yang harus mereka jalankan setelah selama empat bahkan lima bulan lebih bertarung dengan kandidat lain memperebutkan simpati dan dukungan rakyat utara.
Semakin teristimewa ketika pengucapan sumpah tersebut didengarkan dan disaksikan langusung masyarakat utara yang memadati lapangan supersemar Tanjung, lapangan yang menjadi kebanggaan masyarakat Tanjung dan bahkan mungkin rakyat utara. Kedatangan masyarakat tidak hanya untuk melihat pelantikan dan mendengarkan sumpah kepala daerah terpilih saja tetapi ia merupakan sebuah dukungan dan bahkan mungkin tantangan karena ekspektasi yang berbeda-beda dari masyarakat utara.
Turut hadir dalam acara tersebut adalah para kandidat yang tidak terpilih. Ini menjadi menarik karena mereka dengan rela menyaksikan pesaingnya mengucapkan janji yang mungkin menjadi keinginan mereka terdahulu. Tapi persaingan tidaklah harus berakhir dengan hilangnya kepercayaan sesama kandidat namun itulah momen yang berharga, momen yang harus ditunjukkan untuk membiasakan masyarakat utara menerima kekalahan dalam kontestasi demokrasi.
Apa yang telah diperlihatkan masyarakat utara baik sebagai simpatisan ataupun golongan yang apatis merupakan sebuah modal besar. Modal yang sangat mampu meredam berbagai gejolak sehingga friksi-friksi di masyarakat tidak berakhir dengan letupan yang menyisakan catatan buruk pada perhelatan akbar demokrasi untuk pertama kalinya. Bagi daerah yang baru terbentuk ini adalah modal berharga yang harus selalu dijaga dan tentunya ini adalah sebuah prestasi yang membanggakan masyarakat utara.
Keadaan tersebut berbanding terbalik dengan beberapa daerah yang pelaksanaan pilkada berlangsung kacau. Hingga tidak sedikit sumberdaya habis sebagai ekses dari munculnya tindakan kekerasaan dalam menghadapi ketidakpuasaan. Entah itu kantor KPU yang dirusak hingga fasilitas umum lainnya hancur karena kepentingan politik yang tidak tercapai. Lihat saja pilkada Tana Toraja yang berakhir dengan perusakan kantor pemerintah, pilkada Tolitoli yang berujung pembakaran fasilitas pemerintah, pilkada Mojokerto yang berakhir dengan pembakaran 23 mobil di halaman kantor pemerintahan, pilkada Kota Sibolga di Sumatera Utara hingga pilkada Kabupaten Bima yang berakhir dengan pembakaran kantor DPD Golkar.
Dalam konteks Pemilukada Lombok Utara, terwujudnya pemilu damai adalah buah dari masih rekatnya hubungan kemasyarakatan. Mungkin ini hanya salah satu faktor saja, tapi inilah faktor yang sangat signifikan dalam memotret pilkada KLU. Masih kuatnya jalinan persaudaraan tersebut menjadi tameng dalam menangkal berbagai isu yang menjurus anarkis. Modal yang dimiliki masyarakat utara tersebut jika ditelaah merupakan modal sosial (social capital.) Sebagaimana Lyda Judson Hanifan (1920) mendefinisikan modal sosial sebagai kenyataan yang dimiliki warga, dapat berupa kehendak baik, simpati, persahabatan, hubungan sosial antar individu dan antar keluarga yang dapat membantu mengatasi persoalan warga masyarakat. Dalam konteks demikian, hubungan sosial yang baik antar anggota masyarakat menciptakan jejaring yang bersifat mutualis, dan bahkan mengalahkan individualitas yang biasanya melingkupi karakteristik budaya barat atau dengan kata lain dalam konteks keindonesiaan, ini bisa berupa adanya kearifan lokal dalam masyarakat yang ditujukan untuk saling membantu sesamanya.
Kemudian S. Colemann (1998) Dalam Social Capital In The Creation Of Human Capital menengarai bahwa modal sosial sebagai alat untuk memahami aksi sosial secara teoritis yang mengkombinasikan perspektif sosiologis dan ekonomis. Modal sosial bertujuan untuk mengintrodusir pemikiran ekonom tentang prinsip-prinsip tindakan rasional dan diaplikasikan dalam analisis sistem sosial. Modal sosial terdiri dari tiga bentuk. Pertama, kewajiban dan pengharapan yang bergantung pada lingkungan sosial yang layak dipercaya (trustworthiness), kedua, kapabilitas informasi yang mengalir dalam struktur sosial sebagai media/sarana untuk bertindak, ketiga, kehadiran norma-norma sosial yang disertai dengan sanksi efektif. (Dikutip Dari Oelin Marliyantoro, Dalam Bulletin “Jendela” STPMD “APMD” Yogyakarta.).
Francis Fukuyama dalam bukunya yang berjudul trust mendefinisikan social capital sebagai serangkaian nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. Untuk memungkinkan terjalinnya berbagai kerjasama tersebut, diperlukan adanya kepercayaan (trust) dalam masyarakat, sehingga jaringan-jaringan yang bersifat mutualis dalam masyarakat bisa terbentuk. Francis Fukuyama mendefinisikan Trust sebagai harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran dan perilaku kooperatif yang muncul dari dalam sebuah komunitas yang didasarkan pada norma-norma yang dianut bersama oleh anggota-anggota komunitas. Fukuyama melihat trust bermanfaat bagi penciptaan tatanan ekonomi unggul, karena bisa mereduksi atau bahkan mengeliminasi kekakuan-kekakuan yang mungkin terjadi dalam sebuah perumusan kotrak perjanjian, mengurangi keinginan menghindari situasi yang tidak terduga, mencegah pertikaian dan sengketa, dan meminimalisasi keharusan akan proses hukum seandainya terjadi pertikaian, serta dengan trust orang-orang bisa bekerjasama secara lebih efektif. (Sebagian perspektif modal sosial pada tulisan ini pernah dimuat pada kolom opini lombokpost tanggal Sabtu, 21 November 2009)
Dengan demikian Trust sebagaimana yang telah dinyatakan fukuyama di atas sangat berperan signifikan karena selain terjaganya ketertiban sosial juga sangat berguna bagi kelangsungan budaya demokratis. Dan kedepan sudah menjadi tanggung jawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon masukannya?